RESAH
Malam itu, kau begitu marah terhadapku,
Entah apa penyebabnya,
Tapi kau tampak seperti tak ingin melihatku lagi,
Kau keluarkan semua yang aku tidak ketahui,
Ku tatap matamu kala itu,
Ku lihat wajamu saat itu,
Tak terselip pun suatu hal yang aku pikir kau tengah mengerjaiku,
Aku hanya mampu berkata untuk menenangkanmu,
Kau malah menjadi-jadi,
Lantas aku hanya berdiam menjadi seorang pendengar,
Beberapa saat kemudian kau diam sejenak dan aku pun mengajakmu pulang,
Tatapanmu masih saja sama seperti tadi,
Kau pun tak seperti biasanya,
setibanya di depan rumah orangtuamu,
Dengan wajah kecut aku pamit kepadamu yang tanpa ada balasan darimu,
Esok harinya kau tak mau ku jumpai,
Aku risau, aku resah, aku bertanya kepada diriku “apa salahku kepadamu?”
Senja pun datang dan kabar darimu pun tak ada,
Ada apa gerangan? Mengapa kau tak kunjung memberikan aku kabar?
Hari berikutnya dengan keadaan yang masih sama dan aku sedang dalam rutinitasku,
Ada sepucuk surat yang ditujukan untukku,
Tanpa ada nama pengirim yang ada hanya namaku saja,
Ku baca surat itu,
Betapa terkejutnya aku selesai membaca surat itu,
Serasa tak percaya, maka aku membaca ulang surat tersebut berkali-kali,
Tak terasa air mata pun menitik, wajahku berubah menjadi payau,
Dengan perasaan gelisah aku datang ke rumahmu,
Ternyata memang benar! Aku tak tahu harus berbuat apa! Hanya mampu memandangi batu nisanmu didepan kuburmu!
Mengelus-neglus nisanmu yang aku anggap itu adalah kepalamu dengan rambut indahmu yang tergerai,
Tapi…………. Ternyata, malam itu adalah malam terakhir aku berjumpa denganmu!
Kenapa perpisahan ini membuat sesak di dada? Mengapa tidak sejak dulu kau katakan penyakit yang ada di dalam tubuhmu?
Kini, kau telah tenang bersama para bidadari di Surga,
Dan aku? Berada dalam lubang keterpurukan dengan keikhlasan membiarkanmu damai di sana,
Selamat jalan pelangiku, maafkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar