seorang manusia biasa,,, TIDAK LEBIH!!!!

seorang manusia biasa,,, TIDAK LEBIH!!!!
mereka yg memiliki nama EMAS di panggung DUNIA adalah mereka yg selalu mengutamakan kebenaran dan rasa kemanusiaan demi kepentingan orang banyak tanpa pernah memikirkan "BAGAIMANA KEHIDUPAN SAYA SENDIRI!!!!???" namun lebih kepada memikirkan "BAGAIMANA KEHIDUPAN MEREKA NANTINYA???!!!!"

Jumat, 09 September 2011


KECERIAAN

Cahaya itu kembali berbinar,
Menyinari bilik-bilik yang gemerlap,
Silau tak terkira,
Menyelinap hingga ke ujung,

Bagai fantamorgana,
Ia berusaha membagi dua dunia,
Memilah mana yang baik dan benar,
Menunjuk satu yang pasti,

Ia berkata,
Ia berucap,
Ia berseru,
Ia bersahutan,

Sinar itu datang berkelip,
Bukan imajinasi,
Bukan khayalan,
Dan bukan pula angan,

Begitu erat hangatnya menggigit,
Menancap kuat,
Terpatri ke dalam,
Sungguh bukan lagi yang tersilaukan,

Namun kesenangan ini akankah berakhir?
Apakah kebahagiaan ini begitu cepat berlalu?
Hanya waktu yang mampu memberikan jawabnya,
Dan ia hanya suatu hal yang bisu tapi tak menipu.

Rabu, 07 September 2011

SOMEONE

Untuk pertama kalinya,
Aku merasakan perasaan cinta yang tak tahu mengapa aku mencintainya,
Perasaan itu ada sewaktu impian dan keadaan menjadi seperti ini,
Ia tak pernah lekang dari perhatian,

Ia selalu ada,
Ia selalu memberikan support,
Ia selalu menjadi pacuanku,
Bahkan dia jugalah yang menggiringku kembali ke tempat persinggahan yang semestinya aku berada,

Kabar terakhir yang aku dapatkan mengenai dirinya yakni setahun dua tahun yang lalu,
Saat aku hilang dari tahtaku,
Ketika aku sirna dari jangakauan,
Sewaktu mereka tak mengetahui keberadaanku,

Yang ternyata semua itu membuatnya pergi bagai tertelan oleh bumi,
Tiada yang mampu membuatku bertekuk lutut,
Tiada yang memberikan aku imajinasi mengenai dunia,
Ia bercerita tentangku kepada jawaranya,

Hari ini aku sangat rindu akan sosoknya,
Sekarang ini aku begitu menginginkan sosoknya yang dewasa,
Saling memberikan masukan,
Saling bertukar pikiran,

Ah… mengapa aku menjadi berandai-andai,
Mungkin kini ia sudah tenang dengan kegiatannya seperti dahulu,
Sesaat sebelum aku ada,
Aku sadari memang aku tak pantas dan layak untuknya,

Kedewasaanmu membuatku merindu,
Kedewasaanmu membuatku kangen,
Kedewasaanmu menghantarkanku pada kenangan saat engkau ada,
Kedewasaanmu itulah yang aku nantikan kini.
KESALAHAN

Berjalan melangkah melewati aral,
Menitikkan lara dalam batin,
Berharap semua pilu ini cepat berakhir,
Entah bagaimanapun caranya!

Apakah engkau mengerti?
Aku sadari bila aku rindu kepadamu!
Apakah engkau paham?
Aku sadari aku mencintaimu!

Aku sesali karna semua yang ada dalam diriku,
Karna aku tak seperti apa yang engkau inginkan,
Aku tahu bahwa aku hanya manusia tak sempurna,
Tetapi mengapa kala itu engkau membiarkan aku mencintai yang nyata engkau tak mencintaiku!?

Pupuslah keindahan yang aku impikan,
Kini aku takkan pernah mencoba untuk hadir dalam hidupmu,
Lantaran perasaan ini telah kandas oleh keputusan yang kau ambil,
Semoga ini bukanlah kekeliruan yang pada ujung cerita penyesalan datang,

Sebab memang bukan diriku yang engkau harapkan!
Karna memang bukan aku yang engkau inginkan!

Namun, semua telah terjadi dan takkan bisa terulang,
Biarkan semua menjadi kisah dalam perjalanan kehidupanku,
Yang terpuruk,
Ingin ku tangisi semua cerita ini tapi aku bukanlah orang yang demikian,

Kau kan tahu siapa yang mencintaimu dan siapa yang terobsesi kepadamu.
DILEMA


Lelah,
Aku sangat lelah memikirkan persoalan tentang cinta,
Aku begitu lelah bila berurusan dengan cinta,
Cinta yang seharusnya suci itu kini mesti terluka oleh peradaban,

Lelah,
Aku sungguh lelah jika harus membicarakan masalah cinta,
Cinta yang saban hari kian ngelantur entah kemana jalannya,
Dua insan muda-mudi bergelora menggemborkan cinta,

Heran,
Bingung rasanya hati ini mesti diapakan,
Apa karna telah banyak luka yang terpatri dalam dada,
Atau memang sudah menjadi suratan takdir,

Heran,
Kehampaan ini menjadi begitu menjadi-jadi,
Saat cinta ini harus terkuak ke permukaan,
Entahlah akankah aku sanggup untuk membendungnya,

Lemah,
Memang kenyataan ini harus aku terima,
Sebab tubuh ini menjadi lemah tak kuat menahan segalanya,
Menahan hal-hal yang abstrak!

Lemah,
Takkan pernah rasanya hati ini menjadi plong,
Tiap waktu, tiap saat, hati ini kian melemah,
Bersama perjalanan waktu,

Haruskah aku berdiam menikmati keanehan ini?
Adakah yang mampu membatuku untuk menopangku?
Sampai kapan keadaan ini akan begini?
Aku tahu ini hanya urusan waktu saja.

Selasa, 06 September 2011

TIDAK ADA JUDUL


Sekian lama menanti tak kunjung ada,
Keberadaanya kian memudar selepas kejadian itu,
Sampai kini memadat dan membeku,
Desirannya menghalangi langkah yang ingin dilalui,

Terhempas dari badai kini masuk ke dalam malapetaka,
Menunggu matahari yang ia rindukan,
Matahari yang memberikannya semangat hidup,
Matahari yang membuatnya sadar bahwa kehidupan haruslah terus berjalan,

Namun kini matahari itu enggan menghadap,
Dirinya selalu berandai-andai jika ia dapat melihat matahari lagi,
Sungguh betapa rindunya ia pada matahari,
Matahari yang menjadikannya seseorang yang mengerti,

Sekarang ia hanya termangu dalam kebisingan hari yang tak menentu,
Menjalani seribu malam bersama desahan resah,
Meriuhkan wajahnya seolah ia bahagia walau nyata ia menderita dan merana,
Lantaran sang matahari tak kunjung menyinari dan menghangatkan hari-harinya,

Masihkah ia memperoleh harapannya akan kedatangan sang matahari?
Bolehkah ia bermimpi bilamana sang matahari kembali menyongsong kedalam lubuk hatinya?
Ia begitu merindukannya,
Sangat-sangat merindukannya.

DULU

Dengan kesedihan yang kau tinggalkan aku hanya duduk termangu,
Berteman dengan kenangan dan bayanganmu,
Harapan serta impian untuk bisa bersama dengamu kandas sudah,
Kini kau tak lagi menjadi bagian dari kehidupanku,

Entah apa yang semestinya aku lakukan,
Aku bingung,
Aku dilema,
Aku  galau,

Banyaklah sudah hal yang aku lakukan,
Sekedar menghilangkanmu agar aku bisa kembali beraktifitas kembali,
Tapi semua serasa sia-sia saja!
Wajahmu, senyummu, tawamu, candamu, manjamu, selalu datang menghampiri,

Mengapa dirimu yang tak lagi bisa bersanding denganku tetap ada?
Adakah salahku kepadamu? Atau memang aku yang masih memiliki secerca perasaan untukmu?
Aku tak tahu harus bagaimana!
Duniaku seperti terkekang, aku bagai terpenjara dalam suatu ruangan yang aku sendiri tak tahu apa itu,

Teman-temanku, sahabat-sahabatku, semuanya pun sudah pasrah atas apa yang terjadi padaku,
Inikah yang semestinya terjadi ketika kau tak lagi ada?
Apakah ini yang harus aku jalani saat kau sudah tak sudi berada disampingku?
Entahlah… mungkin memang ini sudah jalan takdirku,

Kebersamaan yang indah saat bersamamu akan menjadi kenang-kenangan dalam hidupku di masa depan,
Menjadikan aku lebih bisa mengerti dan memahami bagaimana seharusnya hidup,
Meski ada sedikit keinginan agar kau kembali tetapi semua sudah usai,
Tawaku, candaku, senyumku, itu terjadi karena terpaksa lantaran di dalam hatiku masih ada perasaan gundah,

Ya! aku mengerti,
Aku harus bisa dan dapat menerima kenyataan ini,
Jika tidak? Maka aku akan kalah oleh keadaan dan kondisi ini,
Terima kasih duhai bekas kekasihku yang aku cinta (dulu).

KELABU


Ada berjuta kebahagiaan yang hinggap,
Tiada pernah kesemuanya bertengkar,
Bermanjanya ia dalam dekapan,
Bernuansa haru biru nan sendu,

Tertancap kokoh,
Tegak berdiri,
Melambungkan insan,
Dinding pelangi terhias,

Walau terpatri tetap beriringan,
Dengan senja dan gerimis,
Lalu mempesonakan langit biru,
Bernyanyi merdu bersuara cakap,

Sang samudera menggepalnya,
Menangkapnya dan menangkarnya,
Memelihara kesahajaan jiwanya,
Menimangnya bersama lukisan Ilah,

Inikah?
Itukah?

Sepadannya senyuman dengan tangis,
Perasaan bersambut duka,
Menghapus kenangan kebersamaan,
Kehebatan tuan Cinta,
RESAH

Malam itu, kau begitu marah terhadapku,
Entah apa penyebabnya,
Tapi kau tampak seperti tak ingin melihatku lagi,
Kau keluarkan semua yang aku tidak ketahui,

Ku tatap matamu kala itu,
Ku lihat wajamu saat itu,

Tak terselip pun suatu hal yang aku pikir kau tengah mengerjaiku,
Aku hanya mampu berkata untuk menenangkanmu,
Kau malah menjadi-jadi,
Lantas aku hanya berdiam menjadi seorang pendengar,

Beberapa saat kemudian kau diam sejenak dan aku pun mengajakmu pulang,
Tatapanmu masih saja sama seperti tadi,
Kau pun tak seperti biasanya,
setibanya di depan rumah orangtuamu,
Dengan wajah kecut aku pamit kepadamu yang tanpa ada balasan darimu,

Esok harinya kau tak mau ku jumpai,
Aku risau, aku resah, aku bertanya kepada diriku “apa salahku kepadamu?”
Senja pun datang dan kabar darimu pun tak ada,
Ada apa gerangan? Mengapa kau tak kunjung memberikan aku kabar?

Hari berikutnya dengan keadaan yang masih sama dan aku sedang dalam rutinitasku,
Ada sepucuk surat yang ditujukan untukku,
Tanpa ada nama pengirim yang ada hanya namaku saja,
Ku baca surat itu,

Betapa terkejutnya aku selesai membaca surat itu,
Serasa tak percaya, maka aku membaca ulang surat tersebut berkali-kali,
Tak terasa air mata pun menitik, wajahku berubah menjadi payau,
Dengan perasaan gelisah aku datang ke rumahmu,

Ternyata memang benar! Aku tak tahu harus berbuat apa! Hanya mampu memandangi batu nisanmu didepan kuburmu!
Mengelus-neglus nisanmu yang aku anggap itu adalah kepalamu dengan rambut indahmu yang tergerai,
Tapi…………. Ternyata, malam itu adalah malam terakhir aku berjumpa denganmu!
Kenapa perpisahan ini membuat sesak di dada? Mengapa tidak sejak dulu kau katakan penyakit yang ada di dalam tubuhmu?

Kini, kau telah tenang bersama para bidadari di Surga,
Dan aku? Berada dalam lubang keterpurukan dengan keikhlasan membiarkanmu damai di sana,
Selamat jalan pelangiku, maafkan aku.
AKHIRNYA

“sayangku, engkaulah makhluk Ilah yang Dia datangkan untukku, sayangku, sungguh betapa bahagianya diriku karna bisa memilikimu, sayangku, tiada seribu kata yang mampu aku lukiskan betapa aku bahagianya saat ini, terima kasih ya Rabb, terima kasih sayang, aku sayang kamu”
 



Sekiranya itulah isi dalam pesan singkat yang aku kirimkan,
Sebelum aku pergi mengemban tugas,
Tiada terkira hati ini sedih,
Meski dalam lubuk hati yang terdalam aku tidak ingin pergi meninggalkanmu lagi,

Masih jelas teringat raut wajahmu yang merasa berat melepasku pergi,
Dengan senyum khasmu,
Dengan manja khasmu,
Aku langkahkan kakiku dari hadapanmu berpamitan untuk bergegas ke Bandara,

Entah apa yang terbesit dalam benakmu kala itu,
Tetapi yang aku tahu,
Aku enggan untuk meninggalkanmu saat itu,
Aku enggan engkau sirna dari pandanganku tanpa sesiapa yang menemanimu,

Hari-hari semenjak aku pergi hati ini merasa begitu sepi,
Hampa! Itulah yang aku rasakan ketika engkau tak ada,
Namun apa yang mampu aku perbuat?
Aku pergi untuk menjalankan tugasku, tugas yang tidak bisa ditunda maupun dibatalkan,

3 bulan telah berlalu,
Saat terakhir engkau membalas kabar kepadaku seminggu yang lalu,
Semestinya hari itu engkau melarangku pergi!
Karena aku tidak kuat menahan rindu berkepanjangan!

Tidak berjumpa denganmu dalam waktu yang cukup lama,
Tetapi rasanya semua akan terbayar kini,
Hari-hari kepulanganku ke tanah air kian dekat dan tugasku pun sudah hampir selesai,
Akhirnya aku akan bertemu dengan pujaan hatiku,



“sayangku, besok aku akan take off dari Bandara, kemungkinan tiga hari dari hari ini aku sudah tiba di Bandara. Oh ya sayang, bagaimana keadaanmu di Tanah Air? Semoga baik-baik saja ya, aku rindu kepadamu sayang. Sudah dulu ya sayang, aku harus kembali menyelesaikan beberapa hal sebelum aku meninggalkan Negara ini. Salam rindu, pujaan hatimu.”


Air mataku bercucuran dalam batin,
Serasa tak percaya saat terbangun aku sudah berada di Tanah Air,
Aku tak mampu membayangkan akan menjadi apa keadaan nanti,
Saat engkau melihatku sudah pulang,

Tangga pesawat aku turuni,
Langkahku mantap meninggalkan Airport Interntional of Soekarno-Hatta,
Bergegas menuju persinggahan,
Tak sabar rasanya aku ingin bertemu denganmu yang sekian waktu telah aku tinggalkan,

Betapa terkejutnya aku sesampainya dirumah kesayangan kita,
Aku melihat begitu banyak orang lalu lalang mengenakan pakaian serba hitam,
Terhias bendera berwarna kuning  berkibar disudut-sudut tiang listrik maupun sudut-sudut bangunan,
Sementara dihalaman rumah banyak karangan bunga yang entah dari siapa,

Aku hanya dapat mengecutkan wajahku,
Karna memang aku tak sanggup berkata-kata,
Yang mampu aku perbuat hanya meneruskan langkahku untuk segera tiba dirumah,
Astagfirullah!!

Aku tak percaya apa yang aku lihat,
Aku tak bisa berucap sepatah katapun!
Aku lemas selemas-lemasnya!
Aku… Aku… aaarrrrgggghhhhhhhhhhhh…….!!

“mengapa semua menjadi seperti ini!?”
Engkau menangis tersedu-sedu diatas sebuah jasad,
Jasad yang tergolek, tidak bergerak maupun bernapas,
Inikah kenyataan yang terjadi?

Kawan-kawan sekantorku pun serasa tak pernah menduga bahwa semua akan begini jadinya,
Mereka tak menyangka bahwa akhirnya aku harus pergi mendahului mereka yang aku sayangi!
Aku merasa kehidupan ini tak adil bagiku!
Aku merasa kenyataan ini tak begitu adil dan adil!

Perlahan aku dekati dirimu yang mengharu biru,
Mencampakkan pandangan dari jasad tersebut,
Hanya kata “maaf” yang sanggup aku keluarkan,
Tiada sepatah kata yang lain aku berikan kepadamu,

“sayang, maafkan aku, aku tak bisa menjagamu. Aku tak dapat melindungimu, merawat anak kita dan mendidiknya hingga ia tamat dan sukses. Sayang, semoga engkau tegar dalam menjalani kehidupan ini. Aku akan setia menunggumu di Alam sana. I LOVE YOU!”

Ucapan terakhir yang tak sempat aku kirimkan dan engkau baca,
Selamat tinggal sayangku, Semoga cinta kita bisa menjadi Syafa’at untuk kita kelak,
Selamat tinggal dunia,
Aku menyayangi kalian semua!