seorang manusia biasa,,, TIDAK LEBIH!!!!

seorang manusia biasa,,, TIDAK LEBIH!!!!
mereka yg memiliki nama EMAS di panggung DUNIA adalah mereka yg selalu mengutamakan kebenaran dan rasa kemanusiaan demi kepentingan orang banyak tanpa pernah memikirkan "BAGAIMANA KEHIDUPAN SAYA SENDIRI!!!!???" namun lebih kepada memikirkan "BAGAIMANA KEHIDUPAN MEREKA NANTINYA???!!!!"

Rabu, 28 September 2016

Inikah Kita?

aku sendiri,,
bukan berarti aku mati,,
sebab aku ingin menikmati,,
apa arti dari sebuah sepi,,

aku mencoba mencari sebuah makna,,
entah yang ada pada diri atau dunia,,

aku sendiri,,
bukan pertanda aku tak berarti,,

karena aku ingin memahami,,
segala apa yang terjadi,,

benar memang,,
aku bukanlah penguasa,,
benar memang,,
aku tidak punya tangkup kuasa,,

tetapi aku tidak mati rasa,,
sebagaimana sebagian dari mereka,,
rela mengorbakan sanak saudara,,
hanya untuk ego mereka,,

ini bukan kisah tentang ramayana,,
atau cerita tentang mahabarata,,

ini dunia yang nyata,,
dimana segalanya adalah fana,,
namun kita bersikeras mendapatkannya,,
walau tahu hidup hanya sementara,,

masihkah aku berpikir idealis?
yang ternyata dalam diri kita terdapat iblis!
kita sering menampik dan enggan bersosialis,,
padahal faktanya kita mahluk sosialis,, sungguh tragis!

inikah kita?
inikah kita?


Inikah Kita?

MRAP
Jakarta, 29 September 2016
pukul : 01.30 WIB

Dunia dalam Kertas dan Kanvas

jika dunia itu adalah kertas,,
ingin rasanya aku menuliskan cerita sesuka hati,
jika dunia itu adalah kanvas,,
ingin rasanya aku menggambarkan apa yang terlintas,

tetapi aku tahu apa yang sebenarnya,,
dimana kertas itu sudah tidak lagi berguna,,
namun yang ku tahu,,
kanvas itu telah kusam dan lusuh,,

entah bagaimana lagi aku menuangkan imajinasi,,
segala ekspresi dan inspirasi serasa tenggelam,,
ditelan oleh amuk ego dan emosi,,
tiada yang mau bertanggung jawab,,

haruskan aku bakar dan membuang kertas dan kanvas itu?
apakah aku mesti membiarkannya terurai oleh tanah?
sementara sebagian kisah dalam kertas itu sudah terlalu mengharukan,,
sementara sebagian rupa dalam kanvas itu telah menggebu untuk diutarakan,,

lantas,,
harus aku apakan kertas dan kanvas ini?
aku heran,, begitu banyak butiran-butiran pasir di dunia,,
tetapi belum ada 1 butiran pun yang mau mengatasi masalah yang aku pikirkan...

harus sampai kapan semua kisah serta cerita ini menghiasi kedua sisi?

MRAP

Dunia dalam Kertas dan Kanvas
Jakarta, 29 September 2016
pukul : 01.04 WIB

Selasa, 30 Desember 2014

TANAH SURGA .. (KATANYA)

Tanah Surga .. katanya 


Bukan lautan hanya kolam susu .. katanya.
Tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.

Kail dan jala cukup menghidupimu, 
Tapi kata kakekku, ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara.
tiada badai tiada topan kau temui .. katanya.
 Tapi, kenapa ayahku tertiup angin ke negri Malaysia?

Ikan dan udang datang menghampirimu .. katanya.
Tapi kata kakekku, AWAS!! ada udang di balik batu.

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman .. katanya.
Tapi kata kakekku, belum semua rakyatnya sejahtera, banyak pejabat yg menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.

Karya : Salman
Sumber : cuplikan Film Tanah Surga Katanya

Minggu, 26 Januari 2014

PERSEMBAHAN UNTUK IBU


PERSEMBAHAN UNTUK IBU

Masa-masa keterpurukan pun telah usai kulalui, tiada lagi kini namanya mengisi relung hatiku. Aku bebas!! Selamat tinggal masa lalu!! Welcome my future, my destiny!!

                                       “hah... cukup lama aku tidak merasakan pikiran sesegar ini! Kira-kira sudah seberapa jauhnya aku tertinggal dari impianku?” gumamku merayakan kemerdekaan dari penjajahan perasaan karena Doni,

                   “ya... walaupun aku seorang perempuan namun bukankah setiap manusia diciptakan dengan kesempurnaan termasuk hati?” tambahku yang berbicara pada alam,
                                       “besok, semua yang telah meninggalkanku akan aku kejar!! Takkan kalah aku dari mereka!!” lanjutku merasakan kemenangan sambil merebahkan tubuh diatas permadani rumput liar,


xxxxx

          Selepas refreshing, aku menata ulang rencana untuk menyambut masa depan. Kali ini aku akan benar-benar serius dalam melangkah meraih mimpi!! Tiada kemalasan!! Takkan ada percintaan hingga nanti aku menikah! Ya, single, itulah yang aku pilih untuk saat ini.

          Dan siang ini, aku harus menemui pak Rahmanto, kepala bagian percetakan disebuah majalah. Semua karya-karyaku akan aku sulap menjadi buku! Hal ini merupakan awal dari keberangkatanku menuju kehidupan yang baru! Maka, aku pun menghubungi beliau,

                             “Assalamu’alaikum.....” ucapku menyalami beliau,
                             “Wa alaikumsalam.....” balas pak Rahmanto diujung telepon,
                   “apa benar ini dengan bapak Rahmanto?” tanyaku sambil merapihkan file-file di laptop yang akan ku tunjukkan kepadanya,
                             “iya benar, saya sendiri.” Jawab beliau,
                                      “ini saya pak,Sofia. Yang kemarin chatt sama bapak.” Terangku pada pimpinan bagian percetakan itu,
                                      “oh... iya-iya, saya ingat! Ada perlu apa yah?” tanya pak Rahmanto padaku,
                   “ya jadi seperti yang sudah saya sampaikan kemarin, bisakah tulisan-tulisan saya dibukukan, pak?” balasku yang tidak menjawab pertanyaan pak Rahmanto,
                   “oh bisa-bisa, datang saja, alamatnya sudah saya berikan kemarin.” Jawab beliau,
                                      “iya pak. Baiklah, terima kasih ya pak, maaf sudah mengganggu waktu bapak.” Balasku kepada bapak Rahmanto,
                                      “sungguh, inilah waktu yang aku nantikan sejak dulu. Tidak akan aku sia-siakan kesempatan ini. Dan harus aku pilahkan mana saja yang bagus untuk dibukukan. Kalau perlu semuanya saja aku bawa!” batinku merasa senang,


Aku pun mulai merapihkan data-data dilaptop dan memindahkan ke harddisk eksternal. Agar aku bisa memperlihatkan dan memilih tulisanku yang mana saja yang pantas dan layak untuk dimasukan ke bukuku.

          Esok harinya aku berangkat ke kantor majalah serta percetakan generasi muda. Dengan perasaan yang berbunga ditambah semakin tumbuh rasa percaya diri, aku mencoba nasibku! Setelah bertanya kepada resepsionis, aku pun mulai menemui bapak Rahmanto. Di dalam ruangan beliau, aku menunjukkan semua hasil penaku. Beliau lama terdiam! Tidak ada komentar sama sekali! Takut, gelisah, semua menjadi satu!


                                      “bagus, bagus semua karya Anda! Tapi....” ucapan beliau tertahan,
                                      “tapi apa pak? Apa ada masalah lain?” tanyaku penuh rasa penasaran,

          Beliau menjelaskan secara detail maksud serta semua perihal tentang mencetak buku.

                                      “jadi begitu saudari Sofi.” Ujar pak Rahmanto menyudahi penjelasannya,
                                      “kalau memang demikian, bisa saja pak namun saya rasa tulisan saya masih ada yang kurang.” Jelasku mencoba mengelak,
                                      “ok, itu pilihan saudari. Saya tidak bisa memaksa.” Ucap beliau seperti tahu maksud perkataanku tadi,

          Kami pun berjabat tangan lalu aku meninggalkan kantor tersebut. Aku mulai kehabisan cara untuk bisa meraih impianku. Padahal, aku yakin jika jalan ini adalah jalan yang terbaik bagiku. Stuck! Itulah yang terjadi selama berbula-bulan selepas kejadian itu.

                  

Lalu aku teringat suatu kalimat,

                             “dunia diciptakan untuk mereka yang berpikir dan kehidupan bukan untuk merasa putus asa!”
                                      “ya! Aku harus mencari cara lain supaya aku menggapai puncak kehidupanku! Aku tidak boleh patah arang! Dunia ini pasti dapat aku taklukkan!!” batinku yang berusaha menyemangati diri,

          Berbulan-bulan hari-hariku kosong tanpa ada yang aku kerjakan, selain mencari pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Akan tetapi tak satu pun panggilan yang aku peroleh! MALANG!! Itulah yang terbesit dalam benakku tentang nasibku! Tulisan-tulisan tiada diterima! Panggilan kerja pun tak datang!


Hingga dibulan kesepuluh masa menganggurku, bunda memintaku untuk segera menikah!! KAGET!! Entah apa yang harus aku katakan! Apalagi keadaanku yang belum kunjung bekerja dan hal inilah yang akhirnya memaksaku menuruti permintaan bunda.

“semoga aku dapat mengurus rumah tanggaku.” Batinku memberikan sugesti positif pada diriku sendiri,

xxxxx

                                                “ya, itulah sebagian cerita yang ada didalam buku ini. Sebuah kisah yang dilakukan oleh ibuku hanya agar masa depannya ceria. Sampai akhirnya ibu dijodohkan dengan ayahku.” Ucapku yang menjelaskan kepada pers tentang karya ibuku,
                                                “lalu, bagaimana saudari bisa sebegitu yakin kalau semua buku ini bisa menjadi best seller?” tanya seorang wartawan dari majalah generasi muda,

                             “ya, walau saya belum pernah melihat dan mengenal sosok ibu dari saya lahir tapi sangat tidak mungkin bila rasa percaya diri ibu saya sendiri tidak saya akui, karena itulah saya pun merasa yakin bila karya-karya alamarhumah ibu saya bisa menjadi best seller.” Terangku kepada semua awak media yang hadir pada konferensi pers,
                                                “lalu, apa yang akan Anda lakukan setelah buku Sofia, hmm... maksud saya, karya-karya ibu Anda best seller seperti sekarang ini?” tanya wartawan lain,
                                                “yang pasti, buku ini saya persembahkan untuk beliau yang sudah tenang disana dan royalty dari penjualan buku akan saya sumbangkan kepada yang kurang mampu. Saya yakin,ibu saya pun akan melakukan hal yang sama jika berada diposisi seperti saya saat ini.” Jawabku kepada para kuli tinta,
                                                “satu lagi mbak....”
                             “satu lagi mbak....”
                                                “maaf, saya pikir acaranya sudah cukup!” ucap ayahku kepada semua sahabat wartawan yang sudah hadir pada konferensi pers pagi ini,

          Sesaat sebelum meninggalkan ruangan, aku melihat bayangan seperti ibu disela-sela orang yang datang. Beliau tampak cantik dan memberikan senyuman kepadaku. Barangkali karena tahu kalau karya-karyanya sudah menjadi topik utama di semua media cetak maupun elektronik.

“ibu... selamat ya bu. Tulisan-tulisan ibu kini menjadi buku yang paling laris dipasaran dan masyarakat pun tahu bila sosok ibu benar-benar luar biasa. Semoga ibu bahagia disana. Aku rindu ibu!” batinku ketika melihat bayangan seperti ibu dan berlalu dari ruangan konferensi pers.



Jakarta, 22 Januari 2014
Karya : MUHAMAD REZA AQBAR PERDAWA
Judul : PERSEMBAHAN UNTUK IBU
Pukul : 02:18 WIB

Jumat, 17 Januari 2014

SYUKURKU

Tuhan, terima kasih atas anugerah-Mu untuk kami,
Anugerah yang sangat berharga bagi kami,
Tuhan, rasanya kami masih belum merasa bahwa semua yang Engkau berikan sebagai suatu ni'mat terbesar untuk kami,
Semua yang kami nikmati sampai detik ini rasanya adalah harga yang tak ternilai oleh apapun,

Namun Tuhan, kami merasa berdosa,
Karna kami masih menyia-nyiakan rahmat-Mu kepada kami,
Kami masih belum sanggup memikul amanah-Mu,
Untuk menjaga dan melestarikan bumi kami yang makmur,

Tuhan, maafkan dan ampuni kami
Yang masih bengal ketika Engkau menegur kami,
Kami hanyalah makhluk-Mu yang memiliki kekurangan,
dan keterbatasan,

Tuhan, pagi ini, kami berdo'a untuk saudara kami,
saudara kami yang masih tertindas,
Masih jauh dari kelayakan hidup,
Tapi Tuhan, kami masih mengharapkan rahmat-Mu kepada kami,
agar kami bisa membantu mereka yang masih dalam jeratan kesusahan.

Tuhan, sekali lagi, kami berterima kasih karna Engkau telah memberikan kami ni'mat-Mu.
Rahmat atas KEMERDEKAAN yang Engkau berikan 67 tahun yang lalu.




ANTOLOGI (kumpulan karya sastra) , 17 Agustus 2012
Judul : SYUKURKU
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 09:54 WIB

sadarkah kita?

ika bahagia ini adalah milik kami,,
bila tentram ini adalah hak kami,,

dapatkah kami mempertahankannya?

jika ceria ini adalah dari-Mu,,
bila suka ini adalah dari-Mu,,

dapatkah kami mensyukuri semua?

hari kemarin kami bersandar pada kebutaan,,
hari kemarin kami bersama cahaya-Mu,,
hari kemarin kami berjalan dalam kegelapan,,
hari kemarin kami berbuat tanpa mengetahui,,

namun kini,,

kami bersandar pada kesadaran,,
kami bersama wasiatnya,,
kami berjalan dalam cahaya-Mu,,
kami berbuat dengan pengetahuan,,

tetapi esok?

apakah kesadaran kami berguna dan bermanfaat?
apakah wasiatnya tetap kami jaga dan kami jalankan?
apakah cahaya-Mu akan terus menyinari hati kami?
apakah pengetahuan ini dapat berfungsi sebagaimana mestinya?

jika kebahagiaan adalah milik kami semua,,
bila ketentraman ini merupakan hak kami semua,,
jika keceriaan ini adalah dari-Mu,,
bila kesukaan ini adalah dari-Mu,,

mengapakah kami harus takut kehilangan!?
bukankah Engkau telah memberikan nikmat-Mu?!
bukankah Engkau telah menurunkan rahmat-Mu?!


ya... esok lusa dan nanti,,
kami sendiri...
meringkuk dalam sepi dan kegelapan,,
sandaran kami hanya 3 hal,,

ya... esok lusa dan nanti,,
kami berbau tak sedap,,
terbungkus dengan sehelai kain putih,,
entah akan beranjak ke terang atau ke kelabu..


Jakarta, 02 Maret 2013
Judul: sadarkah kita?
Karya: Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul: 07:51 WIB

Luka Terselubung

baru kemarin rasanya,
kau ucapkan kata cinta,
begitu indah dan bahagia,
tiadalah hal yang mengalahkannya,

baru kemarin kau bermanja,
melantunkan kalimat-kalimat mesra,
menatap langit diatas pundakku,
bermimpi dan ber-asa untuk terus bersama,

entah mengapa aku semakin takut,
takut bila kau kan pergi meninggalkanku,
sendiri, sunyi dan hampa
sampai aku terlena dalam keterpurukan,

sungguh, aku semakin terpana,
menapaki waktu dan hari,
semua serasa tiada beban,
hanya suka dan ceria,

hingga aku pun bermimpi,
bahwa kita kan selalu bersama,
sampai rambut penuh dengan uban,
dan kekuatan kian melemah,

aduhai... aku benar-benar tersihir!
jangan sampai aku menjadi demikian,
wahai... kau pun tahu,
aku tidaklah sempurna,

masih membekas luka dihari kemarin,
masa-masa percintaan dengan dirinya,
yang begitu aku sayang dan aku cinta,
dan aku pun kian ingat pada pemilik jiwa dan raga,

masihkah aku pantas dan layak untukmu?
yang telah mendustakan kisah asmara itu?
hati ini seperti kelu karnanya,
diantara kau dengan dirinya,



ANTOLOGI (kumpulan karya sastra) , 18 Agustus 2012
Judul : LUKA TERSELUBUNG
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 12:44 WIB 

dirimu

lugu,
pesona ayu wajahmu itu,
takkan ada pria menolakmu,
barangkali ia adalah bodoh,

menawan,
sepatutnya para bagi perawan,
membuat cendekiawan serta seniman,
terpikat akan dirimu yang anggun,

bersih,
terbesit dari rona wujudmu,
hati yang menyeruakkan cahaya,
itukah anuegrah?

ya... kau memanglah idaman,
bagi tiap pria bujangan,
yang akan siap meminang,
sebagai teman hidup dalam pelayaran,

namun... akankah itu semua bertahan?
dalam hitungan waktu serta zaman?
tetapi... hatimulah yang akan mengembalikan,
ketika waktunya dalam keabadian,

NOTE PRIBADI FACEBOOK, 14 JANUARI 2013
Judul : dirimu.
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 09:51 WIB

semuanya

telah lama aku tertidur,
tidur lelap dalam naungan,
naungan akan cerita legenda,
legenda dari tanah air,

sekali aku terheran-heran,
memandang mentari tak tersenyum,
ah... rasanya ingin ku bunuh,
masa tenang dan menjenuhkan,

tetapi apakah aku sanggup?
melalui episode kelam temaram,
hei... sobat!
dunia ini aku tak kenal,

hei... sahabat!
lihatlah lusuhnya aku sekarang,
tak berdaya tanpa upaya,
usang lagi pada gersang,

bila memang ini kemajuan,
lalu untuk siapa semuanya?
aku atau kalian sahabat-sahabatku?
lebih baik aku menjadi batu!

Facebook,, 23 Agustus 2013
Judul : semuanya
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 10:13 WIB

Pesan Untuk Masa Depan

Ceritakanlah duhai sahabat,
Betapa elok nan syahdunya alam ini bernyanyi untuk kita,
Dengarkanlah olehmu suara merdu dari pepohonan yang terbuai oleh angin,
Memunculkan rasa hangat dan damai didalam hati,

Setiap hari aku selalu bermimpi,
Bagaimana jadinya bila dunia kita begitu banyak rindangnya pepohonan,
Burung-burung bersorak riang menyambut sang raja siang,
Jangkrik dan kunang-kunang riang gembira menanti gelapnya malam,

Oh… sahabat, sungguh indah rasanya jika kita membayangkan,
Bagaimana bumi ini kembali hijau,
Dipenuhi oleh suara-suara merdu dari penghuninya masing-masing,
Tak pernah aku bayangkan bila senja ini akan membawaku pada kelamnya hari,

Berteman dengan seuntai bahan-bahan kimiawi,
Bersahabat bersama kandungan-kandungan zat berbahaya,
Berkumpul dan bermanja dengan orang-orang terkasih,
Yang dihiasi oleh asap dan polusi yang kian hari semakin mematikan,

Duhai kawanku,
Jemari ini rasanya sudah letih untuk mengabarkan,
Bahwa kita sebenarnya telah membunuh diri kita sendiri secara perlahan,
Menyambung hidup dengan bahan berbahaya itu,

Rasanya aku ingin sekali melintasi waktu ditemani olehmu,
Membawa cerita dan kisah kita dimasa ini untuk anak cucu kita nanti,
Membawa kabar suka cita karna kita sudah menjaga dan melestarikan alam ini,
Mungkin itu hanya persepsiku saja yang takkan berbuah manis,

Oh… sahabat,
Andai kau mendengarkan celotehku ini aku harap kau tidak marah,
Jika kau membaca tulisanku ini,
Ku harap kau takkan gundah gulana,

Maaf nak! Ayah tak bisa menjaga bumi ini untukmu dihari esok!
Maaf cucuku! Kakek tak mampu berbuat apa-apa untukmu!
Maafkan aku yang tak bisa memberikan kalian penglihatan,
Betapa indah dan eloknya bumi iniketika tumbuhan masih berdiri gagah!
Maafkan aku!! Maafkan aku!!

Jakarta, 30 Januari 2012
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Judul : Pesan Untuk Masa Depan
Pukul : 02:55 PM

Usang Mimpi yang Kau Kejar

usahlah kita menatap sayang,
dunia kita memang bersebrang,
dahulu merupakan masa senang,
hati kita saling berpegang,

waktu sudah berputar,
kata sudah terlontar,
kau dan aku,
tidak lagi menyatu,

engkau pergi meninggalkan asa,
sisa harapan yang kita punya,
engkau pergi bersama dengannya,
meraih mimpi serta cita-cita,

tinggallah aku menyendiri,
bimbang untuk melangkah,
aduhai dinda yang berseri,
yang sebentar lagi 'kan menikah,

lirih hati beruntai duka,
menatap pilu pelangi dunia,
adalah aku lelaki yang setia,
atau memang aku yang pe'a,

biarlah kurajut kini,
hamparan mimpi yang berlalu,
wahai dambaan hati,
semoga engkau bahagia selalu,



Jakarta, 13 Januari 2014
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Judul : Usang Mimpi yang Kau Kejar
Pukul : 23:53 WIB

Senin, 25 November 2013

BEGINILAH CARAMU MENCINTAIKU

BEGINILAH CARAMU MENCINTAIKU 

“Puisimu ini sangat bagus, sampai aku terlena kau buat.” pujiku atas puisi buatan mantan kekasihku Rifan,

Memang penyesalan berujung disetiap kisah kehidupan, begitulah yang aku rasakan sekarang. Mungkin bila dikatakan manusia bodoh, maka pantaslah aku dijuluki demikian. Betapa tidak, aku telah menyia-nyiakan seseorang yang begitu mencintaiku dengan cara yang luar biasa. Tapi justru aku menolak caranya tersebut. Sebab aku yang masih memiliki ego yang besar, hingga menjadikanku meratapi segalanya yang telahberlalu. Rifan, sungguh menyesalnya aku, mengabaikanmu yang mencintaiku dengan caramu yang sangat luar biasa. Namun kini semua tiada guna lagi.

Masih ku ingat hari pertama kita bertemu, kala itu kau datang pada acara pernikahan kakakku. Dengan pakaian sederhana dibalut jaket hitam bertuliskan namamu dibelakangnya, kau tampak apa adanya. Meskipun waktu itu aku terkejut dengan postur tubuhmu yang‘big size’, tapi aku tahu sekarang. Tersimpan hal luar biasa didalam dirimu. Jika saja waktu dapat aku putar kembali, inginku kembali di masa kita masih bersama, menjalin kasih dengan caramu yang indah. Terlebih setelah kawanmu, Beni, menceritakan semua yang telah kau lakukan selepas kita tak lagi menjalin hubungan, rasanya aku benar-benar berdosa kepadamu, Fan. Wahai mantan kekasihku, adakah waktu untuk kita bersama lagi seperti dahulu?

xxxxx

“Assalamu’alaikum, ini benar dengan Nadira alumnus SMA Kencana? yang jurusan IPA?”, bunyi pesan obrolan facebook pertamamu padaku,

“Wa’alaikumsalam, iya benar. Ini siapa yah? Kok bisa kenal dengan Dira? Emang kamu alumnus SMA Kencana juga?’, balasku yang juga melalui obrolan facebook,

“Iya, aku alumnus SMA Kencana. Lah, kan tertera namaku disana.”, jawabmu sekenannya,

“oh iya. Oh namamu Rifan toh? Emang dulu jurusan apa dan angkatan tahun berapa?” tanyaku lagi padamu yang masih penasaran,

“Iya. Aku jurusan IPS, angkatan tahun 2007/2008.”, balasmu singkat,

“oh… salam kenal yah…”ketikku pada obrolan facebook kala itu,

“iya.” Jawabmu menyudahi obrolan kita dimasa silam,


Aku tak tahu bagaimana caranya untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan. Begitu bersalahnya aku meninggalkan orang sepertimu, Fan! Aku meninggalkanmu demi seseorang yang hanya mengumbar janji, membawaku ke awang-awang lalu tanpa aku tahu kapan aku kan dihempaskan olehnya. Tetapi baru aku ketahui bila masa yang ku takuti ialah bulan lalu, setelah kami memadu kasih selama 5 bulan. Dan ia tidak jua melakukan apa yang ia katakan, remuk hatiku Fan! Rasanya hati ini hancur berkeping-keping!! Inginku menghajar tepat diwajahnya.

Namun siapalah aku? Hanya seorang wanita yang lemah sebatas marah serta menangis saja yang mampu kuperbuat. Selebihnya tak sanggup ‘tuk ku lakukan. Wahai yang mencintaiku, masihku ingat ketika kau datang kali ketiga dengan tampangmu yang acak-acakan, wajahmu penuh peluh bercampur debu jalanan. Semestinya  ku pikirkan semua yang kau lakukan untukku dulu. Lagi, hanya penyesalan kata yang layak keluar dari mulutku. Aku dengar dari sahabatmu Septian, dalam do’amu, kau tak lupa sebut namaku, dalam sujudmu, kau hantarkan harapan dalam garis hidupmu tentang aku yang kau cinta.

Duhai pemberi semangat ketika aku lelah bertarung dengan skripsiku, aku harap kau dapat mendengarkan. Dibalik ragaku yang lemah ini, telah kau taburkan rasa semangat didalamnya. Wahai pemberi ilmu disaat aku bingung, kau berikan aku pembaharuan tentang segalanya. Aku tahu, kau merasa kecewa denganku, berharap aku hilang dalam hidupmu namun ku berharap, dengarlah, dengarkanlah lirihnya jeritanku dalam kebisuan hati. Bahwa aku rela kau caci-maki karna memang aku pantas mendapatkannya.

xxxxx

“Aku sering ditanyai oleh kakakku, ‘kau punya pacar tapi kayak gak punya pacar, Dir?’. Aku bingung harus menjawab apa. Mungkin ALLAH menciptakan pertemuan untuk suatu PERPISAHAN yang akhirnya dipertemukan kembali dalam keindahan.” Isi smsku padamu,

“maksudmu apa Humairoh? Apakah yang kau maksud bahwa hubungan kita berakhir?” balasanmu untukku,

“Iya!! Aku sudah tidak kuat untuk jalani hubungan seperti ini!! Aku memiliki seorang kekasih tapi seperti tidak mempunyai!!”, jawabku menjelaskan keadaanku,


Sekarang, aku baru tahu, Fan! Ketika aku menginginkan hubungan kita berakhir, kau sedang dalam kondisi letih, baru saja menyelesaikan dokumentasi disebuah acara. Dan ini baru ku ketahui dari seseorang yang juga alumnus dari sekolah Kencana. Entah, bagaimana perasaanmu kala itu!! Dengan kondisi yang letih tapi harus menerima kenyataan jika hubunganmu denganku haruslah berakhir. Wahai sosok yang tak menyerah, layaklah aku kini menerima kepahitan ini. Duhai pemberi ilmu, ketika aku sedang tidak tahu tentang Ad-Din kau datang dengan membawa hadits-hadits. Pantaslah aku untuk kau campakkan.
Aku sadar, aku pernah mengatakan,

“siapa yang bilang kau tidak lebih baik dari mantan-mantanku? Bagiku, walau engkau tidak seperti mereka namun kau lebih baik dari mereka! Kau selalu mengingatkanku untuk shalat. Kau selalu memberitahukan kepadaku tentang perkara-perkara yang sebelumnya belum ku ketahui dan kini aku mengetahuinya. Rifan sayangku, buatku, kamulah kekasihku yang terbaik!!” bunyi smsku yang ku kirim padamu dulu,

Maafkanlah aku Rifan!!Aku telah membuat harapan serta impianmu melayang entah kemana. Hatiku pun ikut hancur!! Saat aku mengetahui serta menyadari betapa seriusnya engkau mencintaiku. Rifan, dengarlah…. Aku disini sekarang! Disampingmu! Takkan lagi kau harus lelah berjalan kaki hanya untuk datang ke rumahku supaya kita bisa bertemu.

xxxxxx

“Nadira, maukah kamu menjadi kekasihku? Tapi, kita lakukan dengan cara ta’rauf.” Katamu padaku melalui telepon seluler,

“hmm… ya udah, kalo gitu aku jawab disaat kau telah datang ke rumahku.” Balasku yang juga melalui sms,

Memang, seharusnya aku sudah menyadari dari semula jika ada yang spesial didalam dirimu. Sungguh sangat bodohnya aku, kehilanganmu awal dari keterpurukanku karna dia. Hatiku sakit, Fan! Bila mengingat kenangan saat kita masih bersama tapi nasi telah menjadi bubur. Karna lemahnya aku sebagai seorang perempuan, membuat kamu dan aku harus mengalami masa keterpurukan. Dapatkah aku memperbaiki semua yang telah terjadi? Ataukah memang ini harus tetap sama seperti sekarang? Rifan, dengarlah…. Aku membutuhkanmu seperti dahulu!!

“Yang, kamu tahu apa yang aku rasakan saat ini?” tanyamu melalu pesan singkat,

“apa Yang?” balasku singkat,

“Aku sayang dan cinta padamu, Humairoh! Oh iya, aku jadi teringat dengan sebuah hadits Riwayat Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah al Ju’fi al Bukhari atau Imam Bukhari, dari kitab/bab Nikah yang artinya, “wanita dinikahi karena 4 (empat) perkara, pertama karna kecantikannya, keturunannya, kekayaannya dan yang terkahir karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung. Jadi aku mencintaimu karena ALLAH dan insya’allah akan menikahimu karena agamamu.” Jelasmu kepadaku,

“ah kamu Yang, bisa aja.” Jawabku sekenanya,

Tahukah kamu Fan? Ketika itu, aku bahagia! Setelah membaca sms darimu. Rifan, dengarlah…. Aku mencintaimu, Fan! Sama seperti dahulu.

xxxxx

Rifan, masih ingatkah kamu saat aku mengatakan padamu kalau aku mencantumkan namamu pada skripsiku? Aku memasukkan namamu di daftar penyusun agar aku semakin semangat dan tak perlu takut ketika menghadapi sidang! Wal hasil, aku lulus Fan! Dan kamu pun tahu akan hal itu. Lalu, masih ingatkah kamu, ketika aku berharap kehadiranmu pada acara wisudaku? Sebab, aku ingin keberadaanmu dalam hari-hariku tidak hanya sebatas datang ke rumah namun juga dalam acara tersebut dan terabadiakan dalam memori otakku. Tapi kenyataan berbicara lain, sebulan sebelum pelangsungan wisuda, hubungan kita harus berakhir!

Rifan, tahukah kamu? Sekarang aku mengajar dibidang yang aku ambil semasa kuliah dulu dan tahukah kamu, dimana aku mengajar? Aku mengajar disebuah pesantren, Fan! Padahal awalnya aku hanya ingin mengajar di TPA dekat rumahku namun aku terus mengingat dia yang sudah menghancurkan mimpi-mimpiku! Rifan… jangan kau bersedih seperti ini didepanku! Apakah kau tak malu atau merasa jatuh harga dirimu, dengan menangis dilihat oleh orang lain!? Sudahlah Fan! La Tahzan!! Haruskah aku mengingatkanmu tentang malu? Yang dahulu pernah kau kirimkan melalui sebuah hadits kepadaku?

“Malu merupakan sebagian dari Iman.”

“Pintu Iman ada 70 dansalah satunya adalah malu.”


Ingatkah kamu pada hadits tersebut? Jadi, sudahlah, jangan kau bersedih lagi!! Sudah cukup kamu menanggung pilu! Tak perlu lagi kini kau merasakannya, sebab aku sudah ada disini, disampingmu.

“Nak Dira, sudah waktunya.” Seru Ibunda Rifan padaku,

“eh… Iya bu. Tapi…bolehkah?” ucapku sambil menghapus air mata yang sedari tadi mengalir,

“hmm…” jawab beliau mempersilahkan,

“terima kasih bu.” Balasku,

“Rifan, haruskan semua ini menimpa kita? Apakah memang kita tidak ditakdirkan untuk bersama seperti impian kita? Rifan, andai aku bisa menukar raga, aku ingin bukan kamu yang terbaring diranjang ini melainkan aku! Rifan, jangan sedih lagi yah! Sekarang aku akan selalu ada disampingmu! Takkan ku pergi meninggalkanmu lagi! Cepatlah sadar Fan! Aku menantimu!” kataku yang menyudahi pertemuanku dengan Rifan yang sedang terbaring koma akibat menolongku saat aku akan ditabrak oleh sebuah mobil,

“ayo bu.” Ucapku,

Aku pun meninggalkan ruangan Rifan sebab waktu kunjungan rumah sakit telah habis. Diantar oleh ibunda Rifan menuju pintu ruangan untuk selanjutnya mengantarkan aku sampai ke kamarku yang juga masih satu rumah sakit dengan Rifan. Setibanya di kamarku, ibunda Rifan membantuku untuk berdiri dari kursi roda dan memindahkanku ke tempat tidur agar aku bisa beristirahat. Selepas Ibunda Rifan meninggalkan ruangan, aku mengambil sebuah kumpulan kertas yang diberikan ibunda Rifan kepadaku. Aku baca tiap lembar, karya Rifan, tiap judul.

Air mata ini tak mampu lagi aku bendung, saat aku membaca hasil tulisan Rifan, orang yang dulu mencintaiku dan aku pun mencintainya namun kini ia tengah tergolek tak berdaya. Lantaran ia telah menyelamatkanku dari kecelakaan naas kemarin. Aku baca semua karya Rifan, hingga sampai pada sebuah tulisan yang didalamnya tertulis, terjemahan surah An Nuur.

“Wanita-wanita yang keji adalah untuklaki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu).Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki tua yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nuur ayat 26,30-31)

Sekali lagi, aku baru menyadari dan semua pun kian jelas. Bahwa apa yang dahulu aku pinta, enggan kau menyetujuinya. Perasaanku semakin larut dalam kesedihan yang terdalam. Mengenang gurauanmu, nasihatmu, segalanya yang kau tunjukkan selama kita bersama. Duhai Dzat yang menciptakan langit dan bumi,ampunilah kami atas dosa yang telah kami perbuat dahulu serta berilah Rifan kesembuhan serta kesadaran, agar hamba bisa bercanda ria dengannya lagi. Air mata semakin deras mengalir.

xxxxxx

Beberapa bulan telah berlalu, kondisiku sudah pulih pasca kecelakaan lalu, sementara keadaan Rifan masih sama, ia belum kunjung sadar. Belakangan ini aku lebih sering menyempatkan diri untuk bisa berada disisinya sebab Rifan merupakan perantara ALLAH untuk menyelamatkanku dari kecelakaan silam. Sekarang aku telah memberanikan diri untuk tinggal lagi bersama kedua orangtuaku walau luka yang aku alami akibat gagalnya hubunganku dengan orang yang penuh dengan omong kosong itu! Hari itu, aku datang terlalu siang. Ketika aku berada didepan kamar inap Rifan, aku melihat seorang perempuan berjilbab dengan cadar yang membungkus wajahnya. Entah siapa dia, aku tak mau mengganggunya.

Disinilah ingatanku kembali berputar, mengingat tentang ucapan Rifan kepada salah seorang sahabatku, Dini.

“Din, gue sebenarnya mau aja belajar mengendarai motor tapi gue punya pengalaman kelam dimasa kecil dan itu masih gue rasakan kala gue mencoba untuk belajar mengendarai motor. Nah karna itulah gue mencoba untuk belajar mengendarai kendaraan lain selain motor yaitu mobil. Alhamdulillah, sekarang gue udah lancar mengendarai mobil bahkan gue juga udah memiliki SIM A. Lagipula, bila mobil dibandingkan dengan motor, mobil lebih nyaman dan bisa lebih santai.” Terangmu kepada Dini dulu,

“ya tapi kalo motor kan Fan, lebih efisien dan fleksible. Gak ribet.” Balas Dini yang membelaku kala itu,

“ya udah, sekarang gini aja, gue cuma nyari calon istri yang pengertian, yang bisa diajak susah dan gak neko-neko. Jika Nadira memang tetap bersikukuh dengan keinginannya, ya udah, silahkan. Maaf ini udah menjadi keputusan gue, Din. Sampaikan pula maaf gue buat sahabat lo, Nadira.” Jelasmu untuk terakhir kali,

Ya, kini aku berspekulasi tentang perempuan bercadar di dalam, kalau dia merupakan sosok yang selama ini menjadi idaman Rifan. Tamatlah sudah!! Harapanku harus pupus untuk bisa dipinang oleh laki-laki seperti Rifan. Aku termenung… Tiba-tiba,

“Assalamu’alaiki….” Ucap seseorang memberikan salam kepadaku,

“Wa’alaikumsalam…” jawabku membalas salam orang itu,

“apakah benar Anti ini adalah Nadira?” Tanya orang tadi,

“Iya, benar Ukhti. Ana, Nadira. Anti siapa ya?” balasku serta menanyakan siapa dia sambil menyuruhnya untuk duduk disampingku,

“Alhamdulillah… Ana Yanifah.” Jawabnya,

“oh…” kataku singkat,

“ternyata, Rifan benar yah. Anti ini cantik.” Ujarnya menyanjungku,

“maksud Anti apa?” tanyaku kebingungan,

“dulu, Rifan pernah bercerita kepada ana tentang ukhti yang pernah ia cintai dan sayangi. Ukhti itu berparas cantik, terlebih bila ia sedang malu atau tersenyum akan tampak pipinya berubah kemerahan.” Terangnya mengisahkan obrolannya dengan Rifan,

“Rifan juga mengatakan, ia menyesal serta merindukan sosok ukhti tersebut ketika ia tahu bahwa ukhti itu akan melangsungkan pernikahan dengan ikhwan yang tentunya bukan Rifan sendiri.” Tambahnya,

“Anti tahu? Ia mencintai ukhti tersebut pada pandangan pertamanya yang terjadi sekitar 6-7 tahun silam. Bahkan sempat ana mendengar, ketika ia sedang shalat, ia menyebut Anti itu dalam setiap do’a, sujud, dan shalat tahajudnya, berharap kalau ia bisa meminangnya.” Lanjutnya tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara,

Dalam hati, aku menjerit sejadi-jadinya namun enggan ku tunjukkan itu didepan wanita ini, takut membuat ia cemburu karna tahu aku menyesali semua ulahku.

“Anti, Rifan mencintai anti dengan tulus. Walaupun Rifan tahu kesempatannya untuk memperistri anti telah tertutup. Ia merindukan kehadirana nti dalam setiap hari-harinya. Barangkali anti ingat dengan benda ini? Rifan memberikan benda ini saat masih singgah di pondok pesantren ana. Ia juga berkisah perihal benda ini, bagaimana ia memperolehnya. Sungguh, betapa beruntungnya anti bisa dicintai oleh ikhwan seperti Rifan.” Tambahnya lagi,

“Astaghfirullah!! Benda ini merupakan barang pemberianku dulu. Ia masih menyimpannya!?” batinku merintih perih,

“oh iya, ana hampir lupa. Ini surat yang sempat Rifan titipkan ke ana sebelum ia pergi meninggalkan pondok pesantren untuk melanjutkan perantuan serta pencariannya tentang ilmu agama. Ia berpesan agar ana mengirimkannya namun ana lupa dan baru setelah berbulan-bulan berlalu dari masa itu, ana bisa berjumpa langsung dengan akhwat idaman Rifan.” Katanya sambil memberikan beberapa amplop surat kepadaku,


Aku hanya mampu menghela nafas saat aku terima surat tersebut dari Yanifah. Tak tahu apa yang mesti aku katakan pada Yanifah, ia memandangku dengan tatapan yang aneh. Dalam hatiku, siapakah dia sebenarnya? Kalau memang dia gadis yang selama ini menemani Rifan dan merupakan gadis yang diimpikannya. Mengapa ia mengucapkan semua itu kepadaku? Terlalu bodoh dia melakukannya!

“ana yakin, Rifan tidak salah dalam memilih calon istri dan calon ibu dari anak-anaknya kelak memang jika dilihat anti ini adalah akhwat yang sholehah, cocok dengan Rifan.” Ujarnya memecah kecanggungan,

“maaf, maksud anti apa? Ana tidak mengerti.” Kataku yang berusaha mengakrabkan diri,

“yang mana?” Tanya Yanifah yang terlihat mengerutkan kedua alis matanya,

“maksud ana, anti ini siapa? Kenapa anti menyampaikan semua hal itu kepada ana? Bukankah anti adalah gadis yang diimpikan oleh Rifan bahkan, selama ini anti yang menemani Rifan.” Tanyaku pada Yanifah,

“Alhamdulillah, akhirnya anti bertanya hal itu. Ana bukanlah siapa-siapa Rifan, ana datang dari pondok ke sini hanya ingin menuntaskan wasiat Rifan kepada ana beberapa bulan lalu. Sebelum akhirnya ia pergi namun beberapa hari yang lalu, ana mendapatkan kabar dari kerabat dekat kami yang sempat datang ke Jakarta dengan tujuan berkunjung ke rumah Rifan. Tetapi kerabat kami mendapatkan kabar tentang kecelakaan yang menimpa Rifan. Lantas ia kembali ke pondok dan memberitahukan berita ini ke ana. Maka dari itulah ana bergegas untuk datang ke sini.” Terangnya dengan mata berkaca-kaca seperti merasakan sesuatu.

Tiba-tiba dari dalam ruangan Rifan terdengar suara teriakan yang memanggil-manggil doket serta suster.

“dokter! Suster! Alat penunjuk jantungnya tidak berfungsi! Dokter! Suster! Cepat ke sini!!” suara teriakan yang ku tahu adalah suara Ibunda Rifan,


Suster bersama dengan dokter pun datang ke kamar inap Rifan. Aku yang menyaksikan pemandangan tersebut merasa khawatir. Aku pegang erat-erat surat dari Rifan yang ada ditanganku sambil berusaha masuk ke dalam ruangan 303 yang merupakan kamar Rifan. Namun salah seorang suster mencegahku masuk dan aku hanya bisa mengetahui keadaan didalam melalui suara-suara ribut yang berasal dari dalam. Perasaanku kian menjadi ketika aku mendengar suara ibunda Rifan dengan nada menangis. Aku pandangi bunda Rifan, kami berusaha untuk saling menguatkan. Ditengah kekalutan kami, aku teringat akan sebuah pesan yang Rifan sampaikan kepadaku dulu.

“cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat.”

“ada beberapa hal yang sekiranya ALLAH berikan dan hal tersebut takkan pernah tertukar dengan yang lain, yaitu rezeki, jodoh serta maut.”

Dokter keluar dari ruangan, ibunda Rifan menghampiri, aku lihat raut wajah sang doket, mimiknya tidak bersahabat! Aku pun mulai berdo’a, berharap Rifan baik-baik saja. Namun ALLAH lebih mencintainya. Hujan air mata terjadi seketika, aku berusaha sekuat tenaga supaya tidak menangis. Yanifah memelukku agar aku lebih tenang tapi kesedihan yang aku rasakan tak mampu lagi aku tahan. Kedua mataku mulai mengaliri air pilu. Para suster mulai keluar menarik tempat tidur yang diatasnya telah terbaring jasad tanpa nyawa. Rifan telah pergi meninggalkan orang-orang yang mencintainya, termasuk aku. Ibundanya tak mau lepas dari anak laki-lakinya.

Yanifah terus berusaha menguatkanku sambil kami melangkah meninggalkan kamar yang telah menjadi tempat perjuangan Rifan melawan masa-masa kritisnya. Kami semua pergi dari rumah sakit dan untuk selanjutnya mengantarkan jenazah Rifan ke rumahnya agar bisa dimandikan, dishalati dan kemudian dikebumikan. Dalam hati aku berkata,

“Rifan, bagaimana pun aku mencintaimu dengan caramu yang seperti itu. Kini mereka yang mengenalmu akan melupakanmu, sebagaimana ucapanmu kepadaku dulu, ‘biarlah hanya hari ini aku dikenal oleh orang yang aku temui dan bila waktunya nanti, aku berharap mereka melupakanku’. Selamat jalan pujaan hatiku, semoga dosa-dosamu diampuni dan semua amal ibadahmu diterima oleh ALLAH AZZA WA JALLA. Aamiin.”

Jakarta, 23 Nopember 2013

Judul : Beginilah Caramu Mencintaiku
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 03:49 WIB
Lembar: 10 eksemplar (Ms. Word) dan 8 eksemplar (tulisan tangan / cetak biru / asli)

Jumat, 11 Januari 2013

selembut itukah?


senda gurau menikam bahagia,
tatkala syahdu membungkus raga,
cinta datang merona dibaliknya,
terlepas laksana bulan purnama,

disana sukma terasa menggelora,
menggelegar irama tentang dunia,
ya.. hanya dua perkara,
yang akhir serta mula,

jiwa terengkuh menjadi lembut,
waktu membuat paras terlutut,

hai.. penerima ni'mat-Nya,
tenanglah! engkau begitu beruntung!
tidakkah kau menyadari itu?
maka bodohlah engkau!

NOTE PRIBADI FACEBOOK, Jakarta 12 Januari 2013
Judul : selembut itukah?
Karya : Muhamad Reza Aqbar Perdawa
Pukul : 07:04 WIB